Menjawab Salam
Di salah satu acara taushiyah yang disiarkan TV, sang ustad menjelaskan bahwa jika ada orang yg berbicara sblm salam, kmd dia menyampaikan salam maka salamnya tdk perlu dijawab. Apa benar demikian? Rasanya kok aneh..
Trima ksh
Subar, Sleman
Jawab:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,
Terdapat hadis yang mengisyaratkan demikian, bahwa orang yang berbicara sebelum salam, maka tidak perlu dijawab. Hadis itu menyatakan,
من بدأ بالكلام قبل السلام فلا تجيبوه
”Siapa yang memulai bicara sebelum salam maka janganlah kalian menjawabnya.”
Keterangan hadis:
Ada dua catatan tentang hadis ini,
Pertama, tentang status kekuatan hadis,
Hadis ini diriwayatkan oleh Ibnu Sunni dalam amal al-yaum wa lailah no.212 dan Abu Nuaim dalam al-Hilyah (8/199), dari jalur Baqiyah bin Walid dari Abdul Aziz bin Abi Rawad dari Nafi.
Bagaimana komentar ahli hadis dengan sanad ini?
Imam Abu Hatim ar-Razi mengatakan,
هذا حديث باطل ، ليس من حديث ابن أبي رواد
“Ini hadis bathil, bukan hadisnya Ibnu Abi Rawad.” (al-Ilal, 2/294).
Kemudian, Ibnu Abi Hatim menukil keterangan Abu Zur’ah – ulama besar ahli hadis, gurunya Muslim, Turmudzi, Nasai dan ulama lainnya – (w. 264 H),
Abu Zur’ah ditanya tentang hadis yang diriwayatkan Abu Taqi, dari Baqiyah, dari Abdul Aziz bin Abi Rawad, bahwa siapa yang bicara sebelum salam maka jangan dijawab. Kata Abu Zur’ah,
قال أبو زرعة : هذا حديث ليس له أصل ؛ لم يسمع بقية هذا الحديث من عبدالعزيز إنما هو عن أهل حمص ، وأهل حمص لا يميزون هذا
Hadis ini tidak ada asalnya. Baqiyah tidak pernah mendengar hadis ini dari Abdul Aziz. Namun dia dengar hadis ini dari penduduk Hims. Dan penduduk Hims tidak bisa membedakan hadis. (al-Ilal, 2/331).
Dalam ilmu mushtolah hadis, pada kasus di atas, perowi yang bernama Baqiyah bin Walid melakukan tadlis taswiyah, menyembunyikan sama sekali satu jalur perawi, agar hadis ini dikesankan shahih. Seharusnya, jalur normalnya: dari baqiyah dari seorang penduduk Hims, dari Abdul Aziz bin Abi Rawad.
Namun oleh Baqiyah, posisi penduduk Hims dihilangkan. Jadinya, dari Baqiyah dari Abdul Azin bin Abi Rawad. Adanya cacat semacam ini, menyebabkan hadis itu berstatus dhaif.
Kedua, tentang makna hadis,
Jika kita perhatikan redaksi hadis di atas, sejatinya tidaklah secara tegas menunjukkan bahwa salam orang yang sudah mulai bicara, tidak perlu dibalas. Karena kata, ’janganlah kalian menjawabnya’ bisa kembali kepada salamnya atau bisa juga kembali kepada pembicaraannya. Sehingga hadis ini memiliki 2 kemungkinan makna,
a. Jangan kamu jawab salamnya
b. Jangan kamu respon pembicaraannya, hingga dia mengucapkan salam.
Dari dua kemungkinan makna di atas, makna kedua yang lebih benar. Karena dalam riwayat lain, terdapat redaksi yang semakna dengan hadis ini, yang menyatakan,
السلام قبل السؤال، فمن بدأكم بالسؤال قبل السلام فلا تجيبوه
”Salam itu sebelum bertanya. Siapa yang memulai tanya sebelum salam, jangan kalian jawab.” (HR. Ibnu Adi dalam al-Kamil, 2/303).
Dan hadia ini statusnya dhaif, karena dalam jalur sanadnya terdapat perawi bernama Hafs bin Umar yang dinilai pendusta oleh Abu Hatim.
Meskipun sama-sama dhaif, namun pelajaran dari hadis kedua ini adalah menjelaskan maksud dari hadis pertama. Sehingga andaipunhadis pertama itu bisa diterima, maknanya tidaklah menunjukkan larangan menjawab salam bagi orang yang telah mendahuluinya dengan ucapan.
Salam Sebelum Kalam
Salam sebelum bicara, itulah adab yang lebih baik. Meskipun hadis yang menganjurkan hal ini statusnya munkar. Hadis tersebut menyatakan,
السَّلَامُ قَبْلَ الكَلَامِ
”Salam sebelum kalam (bicara).”
Hadis ini diriwayatkan Turmudzi dalam Jami’nya no. 2699 dari jalur Anbasah bin Abdurrahman dari Muhammad bin Zadan.
Setelah membawakan hadis ini, Imam at-Turmudzi mengatakan,
هَذَا حَدِيثٌ مُنْكَرٌ لَا نَعْرِفُهُ إِلَّا مِنْ هَذَا الوَجْهِ؛ سَمِعْتُ مُحَمَّدًا، يَقُولُ: عَنْبَسَةُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ ضَعِيفٌ فِي الحَدِيثِ ذَاهِبٌ وَمُحَمَّدُ بْنُ زَاذَانَ مُنْكَرُ الحَدِيثِ
Hadis ini munkar, kami tidak mengetahuinya selain dari jalur ini. saya mendengar Muhammad (Imam Bukhari – gurunya Turmudzi) mengatakan,
’Anbasah bin Abdurrahman dhaif dalam hadis, pencuri hadis (tertuduh berdusta), sementara Muhammad bin Zadan, munkarul hadis.’ (Jami’ at-Turmudzi, 5/59).
Hadis ini dimasukkan oleh al-Albani dalam daftar hadis palsu. (simak ad-Dhaifah no. 1736).
Allahu a’lam
Dijawab oleh ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina KonsultasiSyariah.com)
Dukung Yufid dengan menjadi SPONSOR dan DONATUR.
- SPONSOR hubungi: 081 326 333 328
- DONASI hubungi: 087 882 888 727
- Donasi dapat disalurkan ke rekening: 4564807232 (BCA) / 7051601496 (Syariah Mandiri) / 1370006372474 (Mandiri). a.n. Hendri Syahrial
- Keterangan lebih lengkap: Peluang Menjadi Sponsor dan Donatur
🔍 Makan Setelah Wudhu, Wanita Haid Boleh Baca Al Quran, Membaca Al Quran Tanpa Tahu Artinya, Beda Zakat Infaq Sedekah, Hadits Tentang Idul Fitri, Shalat Berjamaah Wanita